Prolog
Pada ujian mapping bahasa Inggris yang diadakan oleh Pusdiklat dalam rangka pemenuhan ketentuan ICAO soal profisiensi berbahasa Inggris, terdapat soal bacaan yang berisi tentang kejadian kecelakaan pesawat di Tenerife tahun 1977 antara Boeing 747 Pan Am (callsign ‘Clipper 1736’) dengan Boeing 747 KLM (KLM 8405) yang menewaskan keseluruh penumpang dan kru pesawat KLM. Pada akhir dari bacaan tersebut, peserta dihadapkan pada beberapa pertanyaan esai dan isian singkat. Ada beberapa hal dari pertanyaan-pertanyaan tersebut yang cukup mengusik perhatian, antara lain pertanyaan mengenai apakah sang ATC salah? Atau apabila pilot Pan Am belok pada taxiway yang benar apakah kecelakaan dapat dihindarkan? Bagaimana menjawabnya… Sebelumnya mari kita review kembali kejadian tersebut yang terkenal dengan nama Tenerife Disaster.
Pada tanggal 27 Maret 1977, terdapat serangkaian peristiwa yang berujung pada terjadinya kecelakaan terburuk dalam sejarah penerbangan saat itu. Kejadian diawali dengan meledaknya sebuah bom pada Bandara Las Palmas yang menjadi tujuan sebenarnya kedua pesawat tersebut. Ancaman teror membuat Las Palmas ditutup dan semua pesawat dialihkan ke Bandara Los Rodeos, yang hanya memiliki 1 runway dan tempat parkir yang sempit, tidak cukup untuk menampung traffic yang tiba-tiba meningkat.
PanAm Flight PA1736 yang baru saja landing beberapa saat sebelum Bandar Las Palmas dibuka kembali, setelah beberapa jam menunggu di ujung taxiway, harus menunggu pesawat lain keluar untuk mendapat parkir, karena runway Los Rodeos hanya memiliki lebar 150 kaki sementara B747 memerlukan 142 kaki untuk berputar 180˚. Sehingga pesawat yang menunggu di taxiway, menghalangi pesawat lain yang baru mendarat maupun yang siap berangkat. Pada saat ini kru PanAm telah menempuh kurang lebih 11 jam sejak berangkat dari Los Angeles, Amerika.
Sementara kru KLM4805 yang sudah terbang selama 9 jam 20 menit, siap berangkat dari tempat parkir dan diberi clearance untuk taxi backtrack ke ujung runway 30.
KLM : “We require backtrack on Runway 12 for takeoff on Runway 30.”
ATC : “Taxi to the holding position for Runway 30…taxi into the runway…leave the runway third to your left.”
KLM : “Roger, Sir. Entering the runway at this time…and we go off the runway again for the beginning of Runway 30.”
ATC : “Correction…taxi straight ahead…ah…for the runway…make…ah…backtrack.”
KLM : “Roger, make a backtrack…KLM4805 is now on the runway.”
ATC : “Roger.”
KLM (half a minute later): “You want us to turn left at Taxiway 1?”
ATC : “Negative, negative…taxi straight ahead…ah…up to the end of the runway…make backtrack.”
KLM : “OK, Sir.”
Kemudian Pan Am diberikan taxi masuk runway untuk menuju apron, dan vacate runway melalui taxiway nomor 3 untuk memberi kesempatan KLM take off. Tenerife terletak 2073 feet diatas sea level dan dekat dengan pantai, disini kabut mirip awan sering naik dan menutupi airport. Saat KLM4805 backtrack, awan kabut naik, menutupi pandangan pilot dan controllers mengenai keberadaan pesawat. Pan Am taxi diselimuti oleh kabut awan ini.
Pan Am : “Ah…we were instructed to contact you and also to taxi down the runway…is that correct?”
ATC : “Affirmative…taxi onto the runway third…third to your left.”
Pan Am : “Third to the left…OK.”
ATC : “Third one to the left.”
Kebetulan sang controller Spanyol memiliki prounciation Ingris yang kurang jelas sehingga pada rekaman kotak hitam terdengar pembicaraan Pilot dengan First Officer, “I think he said first”, and the FO replied, “I’ll ask him again”.
Sang controller, tidak terbiasa menghandle B747, mengeluarkan instruksi yang tidak mungkin dilakukan oleh B747, yaitu berbelok 148˚ ke kiri kemudian diikuti 148˚ ke kanan pada taxiway dengan lebar 74 kaki. Hanya taxiway nomor 4 lah yang mungkin.
Pan Am : “Would you confirm that you want us to turn left at the third intersection?”
ATC : “The third one, Sir…one two three…third one.”
Taxi dalam kabut kru Pan Am kesulitan dalam mencari taxiway keluar dari runway, menyebabkan terjadi diskusi dalam kokpit. Sementara, Kapten KLM telah selesai melakukan manuver 180˚ yang sulit diujung runway 30, siap berangkat sambil menunggu sang FO melakukan take off pre-check dan mendorong throttles perlahan, yang dibarengi dengan peringatan FO mengenai ATC clearance, “Wait a minute—we don’t have an ATC clearance.”
KLM Captain : “No…I know that. Go ahead and ask.”
FO : “KLM4805 is now ready for takeoff…we’re waiting for our ATC clearance.”
ATC : “KLM4805…you are cleared to the Papa beacon…climb to and maintain Flight Level 90…right turn after takeoff…proceed with heading 040 until intercepting the 325 radial from Las Palmas VOR.”
Captain : “Yes.”
Sementara FO melakukan readback clearance, Kapten melepas rem dan mendorong throttle lebih lanjut.
KLM Captain: “Let’s go, check thrust”.
KLM FO : “Roger sir, we are cleared to the Papa beacon, Flight Level 90 until intercepting the 325…we are now at takeoff.”
Saat ini pesawat sudah 6 detik melakukan takeoff run.
ATC: “OK…(berhenti 1,89 detik) standby for takeoff…I will call you.”
Mendengar instruksi tersebut, kru Pan Am mulai menyadari situasi dan melapor:
Pan Am : “No, uh…we are still taxiing down the runway, the Clipper 1736!”
ATC : “Roger Papa Alpha 1736, report the runway clear.”
Pan Am : “OK…we’ll report when we’re clear.”
ATC : “Thankyou.”
Sayangnya transmisi Pan Am bersamaan dengan transmisi instruksi ATC ke KLM. Sehingga instruksi, “OK…standby for takeoff…I will call you”, yang terdengar oleh kru KLM adalah, “OK” dan suara berdecit apabila 2 transmitter saling tumpang tindih. Sisa transmisi antara tower dengan PanAm terdengar pada kokpit KLM, tetapi pada saat bersamaan kedua pilot dan FO telah konsentrasi penuh pada proses take off yang telah berjalan 20 detik. Hanya saja sang Flight Engineer, kebetulan ikut memperhatikan:
KLM FE : “Did he not clear the runway then?”
KLM Captain: “What did you say?”
KLM FE : “Did he not clear the runway—that Pan American?”
Both pilots: “Oh, yes.”
Pada saat ini PanAm telah melewati taxiway nomor 3 dan mendekati taxiway nomor 4. Kru PanAm merasa tidak nyaman dengan jeleknya visibility.
Pan Am Captain: “Let’s get the hell right out of here.”
FO: “Yeah…he’s anxious, isn’t he?”
FE: “After he’s held us up for all this time, now he’s in a rush.”
Beberapa detik kemudian kru PanAm melihat cahaya datang tepat dari arah depan
Pan Am Captain: “There he is…look at him!…goddam…that son-of-a-bitch is coming!”
Dengan putus asa kru PanAm mendorong keempat throttles-nya lebar-lebar untuk mencoba mendorong pesawatnya keluar ke kiri runway.
Pan Am FO: “Get off! Get off! Get off!”
KLM Captain: “Oh…”
Melihat pesawat PanAm berusaha keluar dari runway, Kapten KLM menarik kontrol kolom joystik-nya untuk mencoba mengangkat pesawatnya melewati PanAm. Hal tersebut menyebabkan tail bumper-nya bergesekan dengan runway. Kemudian kargo utama nomor 4 robek oleh ujung atas sayap (fuselage) PanAm dan kedua pesawat terbakar. Pesawat KLM terus airborne beberapa detik sebelum kemudian jatuh ke runway. Semua Penumpang beserta kru KLM tewas, sementara 61 penumpang dan kru PanAm selamat.
Reportase Investigasi
Karena kecelakaan terjadi antara pesawat Amerika dan Belanda di negara Spanyol, investigasi terhadap kecelakaan ini melibatkan ketiga negara tersebut, dimana ketiganya mengeluarkan hasil yang saling menyalahkan. Menurut laporan tim Belanda, penyebab kecelakaan adalah kegagalan pilot PanAm untuk belok pada taxiway yang seharusnya serta fakta bahwa controller menggunakan phraesology non-standard dan sedang mendengarkan siaran sepak bola sembari bekerja. Sedangkan tim Amerika dan Spanyol menarik kesimpulan bahwa, meskipun kesalahan pilot PanAm ikut memberi kontribusi terhadap kecelakaan, tetapi kesalahan utama berada pada pilot KLM yang melakukan take off tanpa clearance yang sesuai dari controller.
Selain hal tersebut diatas laporan terakhir tim Spanyol yang ditambahkan oleh tim Belanda menggarisbawahi beberapa hal penyebab kecelakaan:
- Tingkat kelelahan (fatique) yang tinggi kru pesawat, baik Pan Am maupun KLM.
- Pilot dan controller yang tidak menggunakan phraesology standar
- Kabut yang mengurangi visibility pilot dan controller (tidak ada ground radar)
- Airport di Tenerife tidak didesain untuk menampung pesawat dalam jumlah banyak.
- Karena kurang staf, yang bertugas di tower adalah personil APP dan Ground control yang sudah bekerja selama lebih dari 7 jam.
Pelajaran yang Diambil
Menjawab soal mapping tes Inggris tersebut, menunjuk siapa yang salah, saya mengutip artikel Tom Laursen (ATC Skyguide) dalam tesis-nya untuk mendapat gelar Master dalam Human Factor; “We have to start looking for explanation of incident instead of causes”. Kita harus mulai mencari penjelasan dari kasus-kasus insiden daripada mencari penyebab. Terdapat perbedaan yang besar antara mencari penjelasan dengan mencari penyebab. Bila kita menjelaskan terjadinya suatu insiden, kita dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi kemudian baru mulai mencari alasan mengapa hal tersebut terjadi. Sementara apabila kita mencari penyebab terjadinya insiden, terdapat kecenderungan menyalahkan secara subyektif tanpa mau melihat apa yang terjadi dibalik kesalahan yang dilakukan.
Sebagai contoh kasus diatas :
Penyebab |
Penjelasan |
Pilot Pan Am gagal belok pada taxiway yang diinstruksikan |
Pilot sudah fatique (ingin cepat parkir), poor visibility, persepsi yang salah dalam menerjemahkan instruksi controller |
Pilot KLM take-off sebelum mendapat ijin dari controllers |
Fatique (ingin cepat berangkat), perbedaan persepsi dalam menerjemahkan ATC clearance dan take off clearance |
Controller tidak memperhatikan runway dan menggunakan phraesology yang tidak standar |
Controller sudah fatique, traffic meningkat tajam secara mendadak, poor visibility, tidak terbiasa dinas di Tower (staf kurang), phraesology non standar umum digunakan di Tenerife. |
Epilog
Sekali lagi mengutip kata pembuka film Pushing Tin, “You land a million planes safely, then you have one little mid-air and you never hear the end of it …”. Sebagai controller meskipun kita telah “berhasil” memandu ratusan, ribuan bahkan jutaan pesawat terbang dengan selamat sampai tujuannya, satu kali membuat kesalahan maka orang-orang akan terus membicarakannya. Skor nol untuk kerja “normal”, minus satu untuk setiap kesalahan.
Jangan kecewa, tidak semua pekerjaan diberi kemewahan tantangan seperti ini. Cheers!
Discussion
No comments yet.