you're reading...
Air Navigation Indonesia, Air Traffic Control, Penerbangan Umum

Air Navigation Charges 202: ANC Implementation in Indonesia

Artikel ini merupakan lanjutan dari Air Navigation Charges 101: Introduction, yang menjelaskan lebih luas mengenai implementasi air navigation charges di Indonesia.   Dimana kedua artikel tersebut merupakan rangkaian dari trilogi artikel ANC yang akan ditutup dengan artikel terakhir Air Navigation Charges 303: Building an Air Navigation Charges Financial and Pricing Model.

 

Implementasi ANC Sebelum AirNav

Sebelum Airnav beroperasi, tarif navigasi penerbangan termasuk kedalam pentarifan kebandarudaraan yang mengacu kepada Keputusan Menteri Perhubungan (KM) nomor 29 Tahun 1997  dan KM 28 tahun 1999.   Berdasarkan kedua peraturan tersebut, pelayanan jasa navigasi penerbangan yang merupakan bagian dari pendapatan bandar udara, terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pelayanan jasa penerbangan (PJP) dan sebagian pada pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U) pada bagian pendaratan (landing fee).

Biaya jasa PJP bersifat pembiayaan untuk enroute karena dalam perhitungannya menggunakan faktor berat dan faktor jarak yang lazim digunakan untuk pembiayaan enroute.  Sementara porsi pendaratan dari PJP4U bersifat pembiayaan pada aerodrome (mungkin juga approach), sebagaimana lazimnya di model pentarifan pada aerodrome/approach/terminal navigation charge, perhitungan pembebanan didasarkan faktor berat pesawat.

Pada kedua peraturan Menteri tersebut, penentuan struktur, formula dan mekanisme pentarifan diatur oleh Kementerian Perhubungan, namun nilai/besaran tarif masing-masing segmen ditentukan oleh Direksi.

Pada masa ini Angkasa Pura I dan II sebagai penyelenggara bandara dan navigasi penerbangan saat itu cukup kesulitan dalam menyesuaikan tarif navigasi penerbangan, karena tuntutan para stakeholder (airlines, INACA, IATA) yang meminta transaparansi atas pendapatan yang diterima dari navigasi penerbangan.  Sistem keuangan yang menyatu antara bandara dan navigasi penerbangan yang membuat sulitnya disclosure atas transparansi pembiayaan navigasi penerbangan.  Sementara stakeholder mencium adanya penggunaan pembiayaan pembangunan bandara yang berasal dari pendapatan navigasi penerbangan.

 

Implementasi ANC Pasca AirNav

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor PP 77 Tahun 2012 yang menetapkan AirNav Indonesia sebagai satu-satunya penyelenggara pelayanan jasa navigasi penerbangan di Indonesia, ditetapkan pula bahwa besaran tarif navigasi penerbangan ditentukan oleh Menteri Perhubungan sebagai Menteri Teknis.

Selama masa transisi, dengan mengacu kepada Surat Dirjen Perhubungan Udara No: AU.313/I/I/DJPU.DNP.2013, tgl 25 Januari 2013 tentang  Pengalihan Tarif, Aset dan SDM Navigasi Penerbangan menyebutkan bahwa Perum LPPNPI mulai beroperasi terhitung sejak tanggal 16 Januari 2013 pukul 22.00 WIB dan menggunakan segala acuan sebelumnya untuk tarif, aset dan SDM selama masa peralihan.

Untuk memenuhi amanah PP 77, bahwa penyelenggara navigasi penerbangan memiliki tarif navigasi tersendiri yang terpisah dari tarif kebandarudaraan, AirNav membentuk tim internal untuk mulai menyiapkan proposal tarif navigasi penerbangan kepada Kementerian Perhubungan.  Proposal ini dibangun dengan model pentarifan dan finansial dengan pendekatan top down dan ketersediaan data yang masih terbatas (saat itu).

Melalui proses yang cukup panjang, termasuk melakukan 2 (dua) kali konsultasi dengan pengguna (airlines, INACA dan stakeholder lainnya), pada tanggal 23 April 2014, terbitlah Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 17 Tahun 2014 tentang Formulasi dan Mekanisme Penetapan Biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP).  Yang disusul oleh Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 33 Tahun 2014 tentang Biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP) pada tanggal 5 September 2015 yang menetapkan besaran dari tiap segmen PJNP.

Berbeda dengan usaha bandar udara yang menggunakan istilah “tarif” untuk setiap pendapatan pada pelayanan yang ditawarkan, pada usaha penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan menggunakan istilah “biaya” atas pelayanan yang diberikan kepada pengguna.

 

FORMULA DAN STRUKTUR

Peraturan ini tidak mengubah struktur biaya pelayanan yang berlaku sebelumnya, namun lebih pada menyesuaikan dengan prinsip-prinsip pembiayaan pelayanan navigasi penerbangan yang berlaku secara internasional termasuk tahapan menuju full cost recovery.

segmen ANC

Ilustrasi struktur ANC Indonesia, enroute charge dan terminal navigation charges

Definisi dan gambaran struktur pembiayaan pelayanan navigasi penerbangan untuk enroute charge dan terminal charge adalah sebagai berikut:

Enroute charge (ENC)

Biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan jelajah (en-route charges), merupakan biaya yang dikenakan untuk setiap penerbangan dalam dan luar negeri atas pelayanan navigasi penerbangan dari bandara keberangkatan hingga radius 20 (dua puluh) kilometer bandara tujuan atau batas wilayah udara Indonesia. Atau, untuk penerbangan lintas (over flying), dikenakan atas pelayanan navigasi penerbangan dari mulai memasuki wilayah udara Indonesia hingga keluar dari batas wilayah udara Indonesia.

  • Penerbangan domestik yaitu penerbangan antar bandar udara dalam wilayah Republik Indonesia
  • Penerbangan internasional yaitu penerbangan dari bandar udara di dalam negeri atau tanpa melakukan transit di bandar udara lainnya di dalam negeri ke bandar udara di luar negeri atau sebaliknya.
  • Penerbangan Lintas (over flying) yaitu penerbangan yang melintasi wilayah udara Indonesia tanpa melakukan pendaratan di bandar udara di wilayah Indonesia dan penerbangan lintas di atas bandar udara dalam rangka penerbangan dalam negeri.

Biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan jelajah (enroute) dihitung berdasarkan perkalian antara unit rate, faktor berat pesawat udara dan faktor jarak terbang.

ENC = FB x FJ x UR   dimana,

  • UR :   unit rate (Rp atau USD)
  • FB  :  faktor berat pesawat udara (ton)
  • Faktor Berat pesawat udara merupakan proporsi dari berat pesawat (MTOW) kedalam tabel Faktor Berat
  • FJ   :  faktor jarak terbang (kilometer)
  • Jarak terbang ditentukan sebagai berikut:
    • Jarak terbang untuk pesawat udara yang berangkat dan mendarat di bandar udara di dalam wilayah Indonesia adalah jarak terdekat (Great Circle Distance) antara kedua bandar udara tersebut;
    • Jarak terbang untuk pesawat udara yang datang dari bandar udara di luar negeri dan mendarat di bandar udara Indonesia adalah jarak terdekat (Great Circle Distance) yang dihitung dari titik masuk (point of entry) pada FIR/UIR boundary sampai dengan bandar udara yang didarati di Indonesia;
    • Jarak terbang untuk pesawat udara yang berangkat dari bandar udara Indonesia ke bandar udara di luar negeri adalah jarak terdekat (Great Circle Distance) antara bandar udara pemberangkatan di Indonesia sampai titik keluar (point of exit) pada FIR/UIR boundary dari wilayah udara Indonesia;
    • Jarak terbang untuk pesawat udara yang melakukan terbang lintas adalah jarak terdekat (Great Circle Distance) antara titik masuk (point of entry) pada FIR/UIR boundary pesawat udara ke dalam wilayah udara Indonesia sampai titik keluar (point of exit) pada FIR/UIR boundary wilayah udara Indonesia;
    • Jarak terbang yang dihitung dikurangi 20 (dua puluh) kilometer untuk setiap penerbangan yang melakukan pendaratan di dalam wilayah Indonesia;
    • Jarak terbang yang digunakan dalam penerbangan lokal, dihitung dalam satuan waktu yang merupakan selisih waktu antara tinggal landas dan mendarat pesawat udara yang sama.
  • Faktor jarak terbang
    • Faktor jarak terbang adalah angka yang dipergunakan sebagai pengganti jarak terbang pesawat udara dan dihitung sama dengan jarak terbang dibagi dengan 100 (seratus) kilometer;
    • Faktor jarak terbang untuk pesawat udara dengan jarak terbang kurang dari 100 kilometer dihitung sama dengan 1 (satu);
    • Faktor jarak terbang untuk penerbangan lokal dihitung dengan melakukan konversi jarak terbang penerbangan lokal dengan mempertimbangkan kecepatan jelajah ekonomis (economic cruising speed) sebagaimana tercantum dalam aircraft flight manual.

Terminal Navigation Charges (TNC

Biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan terminal (terminal navigation charges), merupakan biaya yang dikenakan untuk setiap pendaratan di bandar udara atau aerodrome Indonesia atas pelayanan navigasi penerbangan dalam radius 20 (dua puluh) kilometer dari bandara tujuan.  Besaran biaya untuk terminal charge dibedakan berdasarkan penggolongan bandara atau aerodrome sebagai berikut:

  • Precision Approach Service adalah penerbangan di suatu bandar udara atau aerodrome yang berikan pelayanan pendaratan secara presisi dengan menggunakan alat bantu navigasi penerbangan.
  • Non Precision Approach Service adalah penerbangan di suatu bandar udara atau aerodrome yang memberikan pelayanan pendaratan secara non-presisi dengan menggunakan alat bantu navigasi penerbangan.
  • Flight Information Service adalah penerbangan di suatu bandar udara atau aerodrome yang hanya diberikan pelayanan informasi.

Formula Terminal Navigation Charge

Biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan terminal dihitung berdasarkan perkalian antara unit rate dengan berat pesawat udara.

TNC = MTOW x UR  dimana

  • MTOW:   Maximum Permissable Take Off Weight (ton) adalah berat setinggi-tingginya yang diijinkan bagi pesawat udara untuk bertolak sebagaimana tercantum dalam sertifikat tipe (type certificate) pesawat udara yang bersangkutan dan tidak tergantung pada pembatasan kekuatan landasan dari bandar udara yang ditinggalkan maupun yang akan didarati
  • UR:  unit rate (Rp/USD)

Contoh Perhitungan

Garuda-A320neoPesawat Airbus A320-200 dengan berat 78 ton (Faktor Berat/FB = 33) terbang dari Jakarta ke Makassar (bandara precision) dengan jarak 1,431 Kilometer setelah dikurangi 20 Kilometer (Faktor Jarak/FJ = 14,3).  Apabila tarif ENC domestik Rp 3.000/RU dan Bandara Makassar merupakan bandara Precision dengan tarif TNC Rp 5.500/ ton maka:

  • ENC = 33 x 14,31 x Rp 3000,- = Rp 1.435.000,-
  • TNC= 78 x Rp 5.500,- = Rp 429.000,-
  • Sehingga total biaya = Rp 1.864.000,-
Demikian gambaran singkat implementasi ANC di Indonesia hingga hari ini (Desember 2015), dimana model yang dibangun masih belum  ideal, masih belum memenuhi keseluruhan prinsip-prinsip dasar ICAO namun cukup memadai.  Berdasarkan PM 17/2014, tarif navigasi penerbangan berlaku selama 2 (dua) tahun, dan tahun 2016 Airnav berkesempatan untuk mengajukan kembali proposal penyesuaian kembali air navigation charges yang lebih komprehensive.  Artikel mendatang akan mengupas financial modelling dan pricing, pembuatan analisis dampak (impact analysis) kepada pengguna dan mekanisme berbagi risiko dalam pembiayaan (risk sharing mechanism) yang merupakan bagian dari proposal air navigation charges 🙂

Discussion

One thought on “Air Navigation Charges 202: ANC Implementation in Indonesia

  1. Mas, Air Navigation Charges ini apa sama dengan Charges of Services milik AirNav yang dikalkulasikan berdasarkan data pergerakan pesawat per Bandara yang setiap bulannya diberikan Bandara kepada Koordinator Wilayah dan seterusnya ke AirNav? Contoh: Data pergerakan pesawat perbulan di Bandara Budiarto dikirimkan ke Koordinator Wilayah Jakarta lalu diteruskan ke AirNav.

    Posted by Oktopw | March 26, 2016, 13:33

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

BlogStats

  • 73,221 hits

Arsip

%d bloggers like this: