Dua minggu setelah dikejutkan oleh hasil laga el clasico dimana FC Barcelona membantai musuh bebuyutannya Real Madrid dengan skor telak 5-0, masyarakat Spanyol kembali dikejutkan dengan sesuatu yang tidak mereka sangka memiliki impact yang besar. Para air traffic controller di seluruh Spanyol bersamaan jatuh sakit yang disinyalir merupakan aksi mogok (industrial action) terbesar dalam sejarah penerbangan Spanyol.
Pada tanggal 4 Desember 2010 media melaporkan bahwa hampir seluruh controller di Spanyol meninggalkan dinas karena sakit, hal ini langsung menyebabkan penerbangan domestik dan internasional lumpuh. Turis-turis tertahan dan menumpuk di bandara-bandara seluruh Spanyol, jadwal konferensi-konferensi internasional kacau balau bahkan the Catalans pun harus menjadwal ulang pertandingannya.
Media menyebutnya virus keserakahan. Para controller Spanyol dituduh serakah karena keberatan terhadap pemotongan lembur, padahal memiliki gaji 10x lipat dari rata-rata pekerja lain di Spanyol (€200.000 – €300.000/tahun).
Seperti koin, setiap cerita punya 2 sisi. Press release dari USCA (asosiasi ATC Spanyol) menjelaskan bahwa akar permasalahan utama bukanlah uang. Dan controller Spanyol tidak pernah melakukan mogok kerja atau sakit masal. Masalah utamanya yang terjadi adalah kesalahan AENA (perusahaan penyedia ATS dan Airport di Spanyol) dalam memperhitungkan jam kerja operasional dan jam kerja wajib untuk controller yang dibutuhkan.
The Company
Cerita ini dimulai dari sebuah perusahaan milik negara bernama AENA yang bertugas mengelola airport dan pelayanan navigasi penerbangan di seluruh Spanyol. AENA adalah operator airport terbesar di dunia, dengan kelolaan 47 airport dan 2 helipad di Spanyol serta keterlibatannya di beberapa airport luar negeri seperti di Meksiko, USA, Kuba, Kolombia, Swedia dan UK.
Lima tahun terakhir AENA telah melakukan ekspansi dan investasi besar-besaran pada airport utamanya seperti 1,7 Milyar Euro untuk terminal di Madrid Barajas mulai tahun 2006, 1,3 Milyar Euro di T1 terminal Barcelona pada tahun 2009, 570 Juta euro untuk terminal di Alicante mulai 2011 dan lain sebagainya. Ekspansi ini didasarkan pada prediksi pertumbuhan traffic yang tinggi. Seperti yang sering didengungkan bahwa arus traffic akan meningkat 2 (double) pada tahun 2020.
Namun sebelum prediksi tersebut terlihat, AENA malah mengalami kerugian. Pada tahun 2008 AENA rugi sekitar 160 juta euro dan pada tahun 2009 rugi hingga 340 juta euro. Hal ini terjadi karena untuk pembiayaan ekspansi tersebut, AENA meminjam pada beberapa institusi finansial di Eropa sekitar 12 milyar euro. Tingkat bunga pembayaran hutang yang tinggi ini lah yang menjadi biang kesulitan keuangan AENA. Hal ini menyulitkan program pemerintah untuk memprivatisasi beberapa airport besar. Anehnya, baik manajemen AENA maupun pemerintah Spanyol (dalam hal ini Kementrian Perhubungan) menganggap tingginya gaji para controller lah yang menjadi sumber permasalahan keuangan perusahaan.
The Controllers
Sementara bisnis utama AENA adalah airport (85%), AENA juga merupakan Air Traffic Service provider untuk ruang udara Spanyol. Pada tahun 2009, AENA melaporkan memiliki 2000 air traffic controller dari total 15.200 orang pegawai AENA. Data lain menyebutkan bahwa jumlah controller operasional sebenarnya adalah sekitar 1700 orang, dan AENA melakukan penggembungan untuk data penagihan cost recovery (air route charge).
Perjanjian kerja bersama untuk 5 tahun antara AENA dan controller berakhir pada tanggal 31 Desember 2004. Sejak itu, AENA dan USCA (mewakili controller) terus melakukan negosiasi untuk membuat perjanjian baru. AENA menginginkan perubahan yang signifikan mengenai kontrak kerja, dimana perjanjian lama menyebutkan controller memiliki jam kerja wajib 1200 jam/tahun dan apabila dibutuhkan lembur, controller dibayar 2.65 kali dari gaji normal. Kesediaan untuk lembur tidak dipaksakan (voluntary) dan AENA tidak kesulitan mengisi kekurangan karena controller yang ada tidak keberatan dengan lembur yang dibayar cukup tinggi ini. Meskipun mahal, hal ini cukup menguntungkan bagi AENA karena pada beberapa airport/sektor, peak hours bersifat musiman dan membayar kelebihan jam kerja lebih murah daripada menggaji controller baru.
Namun perundingan yang terjadi antara AENA dan USCA sangat alot karena dalam 65 kali pertemuan selama 6 tahun belum juga ditemukan kata sepakat. AENA menawarkan 10 proposal sementara USCA menawar dengan 6 proposal jawaban. Pada akhir tahun 2009 terjadi deadlock.
Selama itu, pemberitaan secara parsial dan sepihak dilakukan oleh manajemen AENA menyudutkan controller. Pada beberapa media menyebutkan nilai gaji yang diterima controller sanga/t besar, padahal nilai tersebut masih belum dikenakan pajak (yang cukup besar). Juga tidak pernah disebutkan mengenai kekurangan staf yang terus ditoleransi, pembayaran lembur maupun ketidaksediaan AENA menambah jumlah controller.
Royal Decree #1
Dihadapkan pada situasi yang buntu dan ketakutan akan industrial action (mogok kerja) dari para controller, AENA berhasil meyakinkan pemerintah Spanyol untuk menerbitkan Royal Decree (semacam Peraturan Pemerintah). Tanpa berkonsultasi dengan perwakilan controller, pemerintah Spanyol mengeluarkan Royal Decree 1/2010 yang memberi hak kepada AENA untuk memaksakan suatu kondisi kerja kepada controller, antara lain:
- Jam kerja wajib 1750 jam/tahun dalam shift maksimal 12 jam/hari. Menurut AENA hal ini biasa dilakukan oleh controller dan untuk kelebihan jam kerja 550 jam/tahun akan dibayar.
- Menjadikan lembur sebagai jam wajib, dengan batasan 80 jam/tahun.
- Memberikan AENA hak untuk mengatur jadwal (roster) termasuk mencabut atau membatalkan hak cuti dengan atau tanpa pemberitahuan.
- Membatasi umur pensiun 57 tahun.
Royal Decree ini dijalankan sebagai aturan sementara hingga terjadi kesepakatan dengan USCA dan berlaku selama 3 tahun.
Otomatis hal ini mengakibatkan kekacauan pada komunitas controller. Secara rata-rata gaji controller terpotong 30% hingga 50% tergantung pada berapa banyak overtime yang dilakukan selama ini. Namun, menurut perhitungan IFATCA, batasan jam kerja ini pun masih belum dapat memenuhi kebutuhan operasional AENA. Hal ini diperburuk dengan aturan pembatasan umur pensiun yang mengakibatkan controllers berumur 57 tahun keatas otomatis dipensiunkan. Di Madrid, efek dari peraturan ini 15% dari total staf harus berhenti. Untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan jam kerja, controller yang masih ada dipaksa bekerja berturut-turut, selama (menurut AENA) masih dapat ditolerir.
Meski dalam kondisi semakin tertekan, para controller tetap bekerja secara profesional, dan terus berusaha bernegosiasi dengan AENA soal Royal Decree tersebut.
Royal Decree #2
Selama beberapa bulan kedepan, USCA dan AENA terus bernegosiasi mengenai 12 poin terkait Royal Decree yang merupakan masalah profesionalitas yaitu: revisi mengenai jam kerja, patuh terhadap ICAO standard and recommendation, pemberitahuan lebih awal untuk perubahan jadwal kerja, reinstalisasi controller yang dipaksa pensiun umur 57 tahun, audit /perhitungan kembali kapasitas sektor oleh badan independen seperti ICAO, IATA atau Eurocontrol.
Dalam masa negosiasi ini, tekanan pada controller terus bertambah buruk, lack of personil yang terjadi karena pensiun dini yang tiba-tiba mengakibatkan controller bekerja lebih keras dan lebih lama. Meningkatnya tingkat sakit pada controller menambah tekanan controller yang masih sehat. Pada beberapa tempat, controller 3 shift dalam 2 hari dengan jam istirahat kurang dari 6 jam antar shift. Banyak controller kehilangan waktu untuk keluarga dan sosial, karena pada beberapa kesempatan bagian personalia AENA harus memanggil kerja dan mengancam memberikan sanksi keras hanya untuk menutupi kesalahan pembuatan roster.
Pada bulan Agustus 2010, USCA mengadakan pemungutan suara mengenai aksi industrial. Sebanyak 98% anggota merespon dan 92% diantaranya setuju untuk melakukan mogok kerja. Pada tanggal 4 Agustus 2010 USCA melakukan konferensi pers, tidak untuk memberitakan pemogokan, namun untuk meminta pemerintah sebagai mediator perselisihan indust rial tersebut. Hari itu juga USCA dan AENA kembali bernegosiasi, namun 2 hari kemudian AENA meninggalkan meja perundingan dengan alasan USCA “tidak mau berkompromi”.
Pada saat bersamaan, pemerintah Spanyol mengeluarkan Royal Decree 1001/2010 yang merevisi Royal Decree sebelumnya:
- Jam kerja wajib 1670 jam/tahun dan jam lembur wajib 80 jam/tahun sepenuhnya diatur oleh AENA
- Mendefinisi ulang jam masuk dan jam selesai kerja
- Mendefinisi ulang jam istirahat dan jam standby
Seperti sudah diduga sebelumnya, jam kerja maksimum ini pun belum mencukupi kebutuhan operasional tahun 2010. Mengabaikan hal ini, termasuk input dari IFATCA, AENA tetap yakin bahwa jam kerja operasional sudah cukup terpenuhi.
Negosiasi terus berjalan dan pada tanggal 14 Agustus 2010 dicapai pra-kesepakatan mengenai pengaturan jam lembur, reinstalisasi controller yang pensiun 57 tahun (meskipun di non-operasional), dan pemberitahuan lebih awal mengenai perubahan jadwal kerja serta review kapasitas sektor oleh Eurocontrol. Pada tanggal 19 Agustus 2010, meskipun kecewa, mayoritas anggota USCA menerima hasil kesepakatan. Diskusi internal di USCA masih menginginkan kesepakatan final tercapai sebelum Desember 2010.
Krisis
Memasuki bulan Desember, ternyata jumlah jam kerja controller mulai melebihi jam kerja wajib yang ditentukan Royal Decree, sehingga tidak bisa lagi dijadwal untuk bekerja. AENA dan pemerintah Spanyol mengklarifikasi yang disebut “jam kerja wajib” pada Royal Decree tidak termasuk ijin sakit, cuti alasan khusus, training, dan lain sebagainya. Sebagai tambahan, mereka malah berencana menaikkan jam kerja wajib dari 1670 jam menjadi 1884 jam. Setelah banyak controller mempertanyakan kemampuan (fisik dan psikis) mereka untuk memenuhi hal tersebut, AENA akhirnya secara sistematis menutup beberapa sektor yang terkena imbasnya.
Reaksi Pemerintah: Royal Decree lagi!
Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah Spanyol mengeluarkan Royal Decree yang berisi perintah dan ancaman. Royal Decree pertama (RD 1611/2010) mengenai bolehnya controller militer untuk mengisi posisi controller sipil apabila dibutuhkan. Sedangkan Royal Decree yang kedua (RD 1673/2010) menyebut situasi ini sebagai Negara dalam keadaan genting (State of Alarm) dengan argumentasi bahwa pelayanan pemerintah tidak berjalan dan mengambil alih controller sipil untuk bekerja dibawah supervisi militer (Departemen Pertahanan). Ditambah ancaman, apabila controller sipil tidak dapat memenuhi perintah militer akan mendapat sanksi militer.
Pada beberapa media massa, hal ini menjadi perdebatan karena penggunaan “Negara dalam keadaan genting” tidak sesuai konstitusi karena tidak berlaku untuk perselisihan sosial atau industrial. Bahkan di Parlemen, pihak oposisi menggunakan hal ini untuk menyerang pemerintah.
Keputusan untuk menerbitkan Royal Decree sebelum libur panjang, berefek pada langsung masyarakat khususnya industris turisme di Spanyol. Hal ini membuat preseden yang kurang bagus untuk air traffic controller Spanyol.
Mogok? Walk-Out? Sakit Masal? Tidak Sama Sekali!
Air traffic controller yang bekerja tanggal 3 Desember 2010 menerima lebih dulu photocopy Royal Decree yang baru, yang mengubah kondisi kerja secara radikal. Banyak dari mereka kaget dan heran, dan merasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan dibawah tekanan. Sesuai prosedur di AENA, mereka menyerahkan pernyataan kurang sehat (declaration of unfitness) kepada supervisor. Di ACC Madrid manajemen AENA mengambil keputusan menutup airspace secara total setelah mencoba mengatur traffic sendiri, hal ini berlawanan dengan rekomendasi dari supervisor operasional. Para controllers tetap berada di ruang operasional hingga jam kerja mereka selesai.
Mengabaikan Safety
Setelah berbulan-bulan mengalami tekanan dalam hubungan dengan perusahaan, para controller Spanyol sekarang harus bekerja mempertahankan keselamatan penerbangan dalam situasi yang asing dan rentan serta ketidakpastian mengenai masa depan mereka.
IFATCA mendapat informasi sedikitnya terjadi 2 kali dimana controller mengalami nervous breakdown. Pada satu kasus, hal tersebut sepertinya mengakibatkan gagal landing (go-around). Controller juga memaksakan bekerja dalam segala keadaan, termasuk mengkonsumsi obat-obatan untuk tetap bisa bekerja, karena takut sanksi keras yang diterima apabila ijin sakit. Safety benar-benar diabaikan karena kondisi yang diciptakan oleh manajeman AENA dan pemerintah Spanyol.
Krisis Belum Berakhir
Berita terakhir yang didapat dari konferensi pers Ketua Petisi ATC Spanyol dan Ketua Asosiasi ATC Spanyol pada tanggal 13 Juni 2011 berisi informasi:
- Terdapat 47 kejadian nearmiss pada airspace class A selama tahun 2010. Dalam ukuran level of safety, terdapat 8.29 insiden setiap 100.000 pergerakan
- Total keterlambatan (delay) selama bulan Januari – Mei 2011 adalah 922.000 menit , atau meningkat 66% pada waktu yang sama ditahun 2010.
- Lebih dari 100 orang jumlah Air Traffic Controller berkurang dari laporan resmi AENA setelah permintaan klarifikasi dari EUROCONTROL. Hal ini disinyalir sebagai usaha menggambarkan kurangnya produktifitas ATC Spanyol dibanding rekan-rekannya di Eropa.
oo00oo—
Saat ATAS coordination meeting di Bandung pihak Militer (TNI-AU) menawarkan diri untuk mengisi kekurangan ATC di Indonesia artinya?
Tergantung ATSP om BY, kan tawarannya mengisi kekurangan, bukan menggantikan
Semoga kelak tidak seperti ini di Indonesia. USCA versi Indonesia (IATCA) diharap mampu menjembatani aturan standar jam wajib dan duty roster yang standard nantinya. Btw, sekarang ada Mou antara militer dengan perusahaan Angkasa Pura I (saat ini belum terbentuk secara pasti Single ATS Provider), apakah menyenggol kepentingan kita juga kah sebagai ATC?
kapan lagi kita di indonesia para ATC bersuara.. 1 suara untuk kesejahtaran.. hidup ATC,,,